Langsung ke konten utama

kritik artikel


KRITIK JURNAL

disusun guna memenuhi tugas UTS mata kuliah Rekayasa Web
Dosen Pembimbing : Ahmad Fauzi


images (16) a.jpg






Disusun oleh,
UMMI LATIFAH
1113025100073



Ilmu Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah
JAKARTA
2014


Desain Model Pedagogis untuk Pendidikan Rekayasa Web :
Dalam Perspektif Perubahan
Kritik Artikel
Said Hadjerrouit

                                                           Ummi Latifah, Ahmad Fauzi
Fakultas Adab dan Humaniora


Abstrak
Belajar Rekayasa Web adalah suatu hal yang sulit bagi orang yang tidak begitu menyukai hal-hal tersebut. Bahkan mahasiswa yang berada di bidangnya pun tak sedikit yang mengalami kesusahan dalam proses belajarnya. Banyaknya pemodelan, ketrampilan, pengembangan dan pemrogaman yang harus dipelajari oleh mahasiswa. Karena itu ada sebuah desain pedagogis yang mempermudah para mahasiswa serta menjadikan pendidikan rekayasa web tersebut mencakup beberapa aspek, penggabungan antara teknis, teknik, sosial, politik, pemasaran, hukum, etika, budaya, estetika, dan juga isu-isu pedadogis. Dalam makalah ini, penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Makalah ini menyajikan kritik terhadap artikel desain pedagogis dalam pendidikan rekayasa web.



Pendahuluan
Rekayasa web adalah aplikasi pendekatan sistematis, disiplin dan terukur untuk pengembangan, operasi dan pemeliharaan aplikasi berbasis web. ( Deshpande, 2002). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI – offline ) Rekayasa berarti penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan (perancangan, pembuatan konstruksi, serta pengoperasian kerangka, peralatan, dan sistem yang ekonomis dan efisien). Secara global pendidikan rekayasa web atau mempelajari rekayasa web adalah sebuah disiplin ilmu yang sangat memerlukan metode pembelajaran yang tepat.
            Dalam artikel itu para penulis menjelaskan bahwa model pembelajaran ada dua yaitu konstruktivis dan objektivis. Konstruktivis adalah pembelajaran dengan fokus siswa aktif. Pendidik hanya menjadi fasilisator saja, memberikan penjelasan sedikit kemudian siswa yang mendiskusikan dan lebih aktif. Sedangkan objektivis yaitu pembelajran dengan siswa pasif. Model ini kebalikan dari model konstruktivis, dimana pendidik yang mencekoki pelajaran apa yang harus diterima oleh siswa. Semua penjelasan diberikan oleh pendidik sedangkan siswa hanya perlu mendengarkan dan menyerap ilmunya.
            Menurut para penulis artikel tersebut model yang cocok untuk pndidikan rekayasa web menggunakan metode konstruktivis. Jadi siswa lebih aktif. Dengan keaktifan siswa itu akan menjadikan siswa mempunyai ketrampilan lebih, bebas berkreatifitas.
            Merancang model pedagogical konstruktivisme adalah sebuah teori belajar, bukan deskripsi teknik instruksional. Sebuah model pedagogis membangun konseptual yang dapat digunakan oleh pendidik sebagai kerangka kerja untuk instruksi menggunakan teori belajar tertentu. (Nunes & McPherson, 2003). Dengan demikian titik awal untuk mengembangkan model pedagogis adalah konstruktivis teori belajar dan riset terkait dengan desain lingkungan belajar konstruktivis.
            Dalam artikel tersebut para penulis menjelaskan tentang model pedagogis secara detail dan memberikan sebuah model pedagogis tersebut.

Model Pedagogis dalam Rekayasa Web
            Artikel tersebut pada awalnya menjelaskan tentang keadaan rekayasa web atau pengaplikasian rekayasa web. Apa faktor yang berpengaruh bagi keberhasilan rekayasa web. Kemudian model pendidikan yang tepat untuk mencapai keberhasilan tersebut.
           Keberhasilan menurut para penulis dalam rekayasa web adalah sebuah ketrampilan yang dimiliki oleh siswanya. Tingkat ketrampilan yang dimiliki untuk menguasai proses pembangunan. Menurutnya ada tiga kelompok ketrampilan yang harus dimiliki yaitu kelompok prasyarat berkaitan dengan pemodelan, pengembangan pemrogaman dan penyebaran. Kemudian kelompok khusus yaitu memahami bahwa rekayasa web sebagai bidang multidisiplin, memahami filosofi rekayasa web, memahami konteks ruang dan waktu rekayasa web, pemodelan analisis dan desain pemodelan serta yang lainnya. Yang terakhir yaitu ketrampilan generik berkaitan dengan menulis, membaca, komunikasi, dialog, kerja sama tim, dan perencanaan proyek.
            Dalam pencapaian keberhasilan tersebut, para penulis menjelaskan bahwa membutuhkan model pendidikan yang efektif. Menurut para penulis artikel tersebut ada dua model pendidikan yaitu konstruktif dan objektif. Model objektif sangat kontras dengan konstruktif. Karena prosesnya sudah sangat jauh berbeda. Konstruktif yang membuat siswa menjadi aktif sedangkan objektif menjadikan siswa berperan pasif. Dari sedikit pemikiran itulah para penulis artikel tersebut menjelaskan bahwa model pendidikan konstruktif lebih efektif dalam pencapaian keberhasilan pendidikan rekayasa web.

Ikhtisar Model Pedagogis Konstruktif Rekayasa Web
Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa paradigma konstruktif belajar jelas menyimpang dari model objektif yang menganggap pengetahuan dapat dimasukkan langsung ke kepala siswa. Konstruktif dianggap belajar sebagai produk transmisi pasif dari proses konstruksi aktif.
Konstruktif berpusat pada siswa, dengan asumsi bahwa siswa belajar lebih baik jika mereka membangun pengetahuan untuk diri mereka sendiri bukan diberitahu oleh instruktur atau pendidik.
Para penulis menjelaskan bahwa model konstruktif didasarkan pada beberapa tradisi filosofis dengan tiga orientasi : konstruktif individu, sosial dan radikal. Menurut para penulis, pendekatan ini tidak saling eksklusif tetapi mereka erat berhubungan satu sama lain. Dimana individu juga akan bertemu dengan keadaan sosial saat proses pengaplikasiannya di masyarakat.
Para penulis kemudian membuat sebuah model pedagogis konstruktif. Ada delapan fase yang digambarkan oleh para penulis, yaitu:
1.      Setting the context
Mengatur konteks belajar, tahap ini merupakan proses mengumpulkan data dari lingkungan nyata. Konteks ini dapat ditentukan melalui identifikasi unsur-unsur yang secara langsung mempengaruhi pembelajaran : materi pelajaran dan ketrampilan terkait, instruktur (pendidik), peserta didik. Kemudian dipengaruhi juga oleh teori-teori pedagogis serta teknologi dan iklim organisasi dan kelembagaan.
2.      Stating the challenges
Menyatakan tantangan. Dengan adanya tantangan pendidik dapat membantu memastikan bahwa siswa mendapatkan ketrampilan teknik web, kemudian mereka menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri.
3.      Assessing pre-requisite knowledge
Menilai prasyarat pengetahuan dan ketrampilan tingkat siswa untuk memenuhi tantangan kursus rekayasa web.
4.      Defining authentic tasks
Negosiasi tugas otentik. Tugas otentik ini dilakukan dengan proses berulang-ulang dengan revisi hingga mencapai sempurna.
5.      Construting knowledge
Siswa bekerja sama dalam kelompok untuk memperoleh ketrampilan rekayasa web selama proses pembuatan.
6.      Reflecting and self evaluation
Penilaian dilakukan secara formatif, mulai dari proses pembuatan hingga pembuatan laporan.
7.      Conducting formative assessment
Pada tahap ini para siswa diharapkan untuk secara resmi dapat mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.
8.      Communication the result
Komunikasi yang terjadi merupakan sebuah penilaian. Bagaimana cara siswa menyampaikan hasilnya, dinilai secara kualitatif.

Tujuan dari manajemen proses pembelajaran tersebut adalah untuk memungkinkan instruktur  memantau proses pembelajaran melalui penyediaan umpan balik, membalas e-mail, berkomunikasi, dll.
Para penulis artikel tersebut juga menjelaskan bahwa belajar harus tertanam dalam tugas-tugas otentik. Daripada menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah abstrak, belajar harus fokus untuk serangkaian realistis, instriksi memotivasi masalah yang terletak dibeberapa tugas dunia nyata yang berarti. Belajar juga harus dinilai secara formatif. Penilaian formatif tertanam dalam proses pembelajaran, berfokus pada tugas-tugas otentik dan masalah dengan tantangan. Selain itu formatif penilaian harus fokus pada perkembangan kognitif individu siswa dan metakognitif ketrampilan serta kolaborasi dan kerja kelompok.


Analisis Ke-Efektifan
            Desain pedagogis untuk pendidikan rekayasa web dalam artikel tersebut merupakan model pengajaran dalam perspektif perubahan. Perubahan dalam bentuk atau cara penyampaiannya kepada para siswa yang menjadikan lebih efektif.
            Menurut para penulis artikel tersebut siswa itu butuh banyak berkreatifitas, perlu adanya kebebasan berfikir untuk memahami secara luas apapun pelajarannya. Dalm model ini lebih ditekankan pada model konstruktif, yaitu berpusat pada siswa.
            Pada kenyataannya memang model ini sangat efektif diterapkan pada para siswa. Karena mampu membuka cakrawala pengetahuan siswa. Siswa menjadi tahu lebih banyak. Sedangkan tugas pendidik hanya menjadi pembimbing ketika siswa mengalami kesulitan dalam memahami ataupun apabila ada kesalahan dalam pemahamannya. Namun tak dipungkiri bahwa masing-masing individu mempunyai kemampuan belajar yang berbeda-beda. Ada sebagian siswa yang tidak mampu mengikuti karena dalam praktiknya model itu menjadikan seorang pendidik tidak menjelaskan secara rinci tentang pelajaran tertentu. Karena dalam metodenya, konstruktif itu menjadikan siswa aktif dan mencari tahu segala sesuatu yang belum diketahui.
            Desain pedagogis untuk rekayasa web dalam artikel tersebut sangat kuat dalam penjelasannya. Dijelaskan secara rinci, mulai dari alasan,tujuan, hingga metodologi penelitian untuk membuktikan aplikasi dari desain pedagogis tersebut.
            Yang saya lihat, para penulis benar-benar melihat dari sisi tantangan yang akan terjadi pada siswa setelah proses belajar selesai. Para penulis melihat bahwa proses belajar yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula. Penaklukan sebuah tantangan memang terkadang harus dipaksakan. Dengan metode pendadogis tersebut, siswa dapat dengan bebas mengekspresikan pengetahuannya. Lebih diarahkan untuk melihat pada dunia nyata. Apalagi pada disiplin ilmu rekayasa web, jelas banyak sekali tantangan yang akan dihadapi. Disiplin ilmu ini lebih banyak menggunakan praktik, lebih mengena jika menggunakan metode pendadogis. Menganalisis tantangan kemudian menyelesaikannya dengan cara masing-masing. Dalam metode ini para penulis artikel tersebut menjelaskan bahwa pendidik bukanlah mencarikan solusi dalam sebuah diskusi, tetapi mengamati dan ikut serta dalam diskusi tersebut. jadi tetap saja, solusinya lebih banyak dikeluarkan oleh para siswa.
            Dalam perspektif evolusi, desain pedagogis ini sangat dipengaruhi oleh desain konstruktif melalui penggunaan dan eksperimen. Model ini juga ditingkatkan melalui besar pemahaman tentang prinsip-prinsip konstruktif melalui studi literatur, artikel jurnal, laporan penelitian dan juga partisipasi dalam konferensi dan kongres internasional.
            Desain pedagogis dalam artikel tersebut dibuktikan dengan menggunakan metode kualitatif. Dimana para siswa diberikan sebuah tantangan dan mengerjakannya sendiri atau berkelompok. Menurut saya para penulis hendaknya juga menggunakan metode kuantitatif, sehingga tahu lebih jelas ke-efektifan penggunaan model pendidikan tersebut. seperti telah dijelaskan bahwa tidak semua siswa dapat dengan mudah menggunakan metode tersebut.
            Sebuah model pembelajaran desain pedagogis ini mementingkan faktor komunikasi yaitu kemampuan siswa dalam mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam hal motivasi juga sangat dibutuhkan. Karena dengan motivasi para siswa akan semakin semangat dalam proses belajar yang dituntut dengan metode seperti studi literatur.
            Yang saya lihat dari desain pedagogis yang dijelaskan menggunakan bagan beserta  penjelasannya kurang dapat dimengerti. Bagan tersebut kurang dapat dikomunikasikan, masih terlalu abstrak. Sehingga ada kemungkinan salah pemahaman yang terjadi pada pembaca.
            Yang dapat saya tangkap dari bagan yang terdapat dalam artikel tersebut yaitu sebuah proses atau metodologi penelitian yang hendak digunakan oleh para penulis dalam mengambil sebuah data kualitatif desain tersebut.
            Dalam artikel tersebut dijelaskan pula tentang penggunaan metode ini pada study rekayasa web. Pada awal perkembangannya sangat sulit diaplikasikan. Hal itu disebabkan karena perbedaan kurikulum yang terjadi. Namun sekarang model tersebut menjadi sangat efektif untuk digunakan. Alangkah lebih baiknya jika digunakan juga untuk disiplin ilmu lainnya tidak hanya untuk pendidikan rekayasa web.

Kesimpulan
            Artikel tersebut menjelaskan cara efektif dalam pembelajaran studi rekayasa web dengan menggunakan model pembelajaran pedadogis yang juga sangat dipengaruhi oleh model konstruktif. Dimana keduanya saling berkaitan untuk menjadikan siswa lebih berperan aktif.
            Saat ini memang sangat dibutuhkan model pembelajaran seperti model tersebut. agar para siswa tidak manja, lebih kreatif, dan menumbuhkan minat baca yang kuat.
           
Pengembangan model pembelajaran ini juga  sangat membantu para siswa untuk berlatih mengahadapi kenyataan. Karena tantangan dalam kehidupan nyata tidak semuanya sesuai dengan teorinya. Metode pedagogis ini menjadikan para siswa lebih mengeksplorasi kemampuannya dan membuat lebih terbiasa dalam pengaplikasian ilmu yang dimiliki terutama dalam bidang disiplin ilmu rekayasa web.



Referensi
Agostinho, S. & Herington, J. (2004) An Effectiveness Evaluation of Online Learning Environment. Proceedings of ED-MEDIA 2004, Lugano, Switzerland, June 21-26, 3476-3481.
Balasubramaniam, R., Pries-Heje, J., & Baskerville, R. (2003). Internet software engineering: A different class of processes. Annals of Software Engineering, 14, 169-195.
Barab, S., & Squire, K. (2004). Design-based research: Putting a stake in the ground. The Journal of Learning Sciences, 13 (1), 1-14.
Ben-Ari, M. (1998). Constructivism in computer science. Proceedings of the 29th SIGCSE Technical Symposium on Computer Science Education, Atlanta, Georgia, February 25 – March 1, 257-261.
Ben-David Kolikant, Y. (2001). Gardeners and cinema tickets: High school students’ preconceptions of concurrency. Computer Science Education, 11(3), 221-245.
Beverly, B. F & Bronwen, C. (2002). Formative assessment and science education. London: Kluwer Academic.
Blake, M.B. (2003). A student-Enacted Simulation Approach to Software Engineering Education. IEEE Transactions on Education, 46(1), 124-132.
Bleek, W-G., Jeenicke, M., & Klischewski, R. (2004). e-Prototyping: Iterative analysis of web user requirements. Journal of Web Engineering, 3(2), 77-94.
Booth, S. (2001). Learning computer science and engineering in context. Computer Science Education,11(3), 169-188.
Bradley, C. & Oliver, M. (2002). The evolution of pedagogic models for work-based learning within a virtual university. Computers & Education, 38(1-3), 37-52.
Conallen, J. (1999). Building web applications with UML. New York: Addison-Wesley. Design-Based Research Collective (2003). Design-based research: An emerging paradigm for educational inquiry. Educational Researcher, 32(1), 5-8.
Deshpande, Yogesh., San Murugesan, Athula Ginige, Steve Hansen, Daniel Schwabe, Martin Gaedke, Bebo White. 2002. Web engineering. Australia : Rinton Press
Duffy, T. M., & Lowyck, J. & Jonassen, D. H. (1993). Designing environments for constructive learning. Berlin: Springer-Verlag.
Escalona, M. J., & Koch, N. (2004). Requirements engineering for web applications -- A comparative study. Journal of Web Engineering, 2(3), 193-212.
Fowler, L., Armarego, J., & Allen, M. (2001). CASE- Tools: Constructivism and its application to learning and usability of software engineering tools. Computer Science Education, 11(3), 261-272.
Frank, M., Lavy, I. & Elata, D. (2003). Implementing the project-based learning approach in an academic engineering course. International Journal of Technology and Design Education, 13, 273-288.
Ge, Y., & Sun, J. (2000). E-commerce and computer science education. SIGSCE Bulletin, 32(1), 250-255.
Green, A.M. (1998). Project-based learning: Moving students toward meaningful learning. In L. P. Steffe & J. Gale, (Eds.). Constructivism in Education. New Jersey Lawrence Erlbaum Associates.
Gros, B. (2002). Knowledge construction and technology. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia,11(4), 323-343.
Hadjerrouit, S. (1999). A constructivist approach to object-oriented design and programming. Proceedings of  the 4th Annual Conference on ITiCSE, Cracow (Poland), June 27 – July 1,1999, 171-174.
Hadjerrouit, S. (2001). Web-based application development: A software engineering approach. SIGCSE Bulletin, 23(2), 31-34.
Hadjerrouit, S. (2003a). Web databases. From: http://fag.hia.no/kurs/inf2490
Hadjerrouit, S. (2003b). Web engineering. From: http://fag.hia.no/kurs/inf2470
Hadjerrouit, S. (2004). Web programming. From: http://fag.hia.no/kurs/inf100/www_docs
Hadjerrouit, Said. 2005. Designing a Pedagogical Model for Web Engineering Education: An Evolutionary Perspective. Journal of Information Technology Education
Hirumi, A. (2002). Student-centered, technology-rich learning environments (SCenTRLE): Operationalizing constructivist approaches to teaching and learning. Journal of Technology and Teacher Education, 10(4), 497-537.
Honebein, P. C., Duffy, T. M. & Fishman, B. (1993). Constructivism and the design of learning environments: Context and authentic activities for learning. In T. M. Duffy, J. Lowyck, & D. H. Jonassen (Eds), Designing environments for constructive learning (pp. 88-108). NewYork: Springer-Verlag.
Honebein, P.C. (1998). Seven goals for the design of constructivist learning environments. In B. Wilson (Ed.), Constructivist learning environments: Case-study in instructional design (pp 3-8). Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.
Lambert, D. & Lines, D. (2000). Understanding assessment: Purposes, perceptions, practice. London:
Maciaszek, L. A. (2001). Requirements analysis and system design: Developing information systems with UML. New York Addison-Wesley.
Matthews, M. R. (2002). Constructivism and science education: A further appraisal. Journal of Science Educational Technology, Vol. 11, no. 2, 121-134.
Miller, R. A., & Luse, D. W. (2004). Advancing the curricula: The identification of important communication skills needed by IS Staff during systems development. Journal of Information Technology Education, 3, 117-131.
Murugesan, S., & Ginige, A. (2001): Web engineering: An introduction. IEEE Multimedia, 8(1), 14-18.
Murugesan, S., Deshpande, Y., & Hansen, S. (1999a): Skill hierarchy for web information system development.First Workshop on Web Engineering, at the International Conference on Software Engineering (ICSE), 16 -17 May 1999, Los Angeles, USA.
Murugesan, S., Deshpande, Y., & Hansen, S. (1999b). Web engineering. Beyond CS, IS, and SE – An evolutionary and non-engineering perspective. First Workshop on Web Engineering, at the International Conference on Software Engineering (ICSE), 16 -17 May 1999, Los Angeles, USA.
Nielsen, J. (2000). Designing web usability: The practice of simplicity. New York New Riders.
Nunes, M. B., & McPherson, M. (2003). Constructivism vs. objectivism: Where is difference for designers of e-learning environments? Proceedings of the 3rd IEEE International Conference on Advanced Learning Technologies (ICALT’03), 496-500.
Pahl, C. (2003). Managing evolution and change in web-based teaching and learning environments. Computer & Educations, 40(2), 99-114.
Parker, J. R., & Becker, K. (2003). Measuring effectiveness of constructivist and behaviorist assignments in CS102. SIGCSE Bulletin, 8th Annual Conference on Innovation and Technology in Computer Science Education (ITiCSE 2003) (pp. 40-44), June 30 – July 2, 2003, Thessaloniki, Greece.
Piaget, J. (1969). Judgment and reasoning in the child. London: Routledge & Kegan Paul. Designing a Pedagogical Model for Web Engineering Education 140
Piaget, J. (1971). Genetic epistemology. New York: W.W. Norton.
Pressman, R. S. (2001). “What a tangled web we weave”. IEEE Software, 18(1), 18-21.
Pullen, M. (2001). The network workbench and constructivism: Learning protocols by programming. Computer Science Education, 11(3), 189-202.
Reichgelt, H., Lunt, B., Ashford, T., Phelps, A., Slazinski, E., & Willis, C. (2004). A comparison of baccalaureate programs in information technology with baccalaureate programs in computer science and information systems. Journal of Information Technology Education, 3, 19-34. Available at http://jite.org/documents/Vol3/v3p019-034-098.pdf
Routledge-Falmer. Lowe, D. & Eklund, J. (2002). Client needs and the design process in web projects. Journal of Web Engineering, 1(1), 23-26.
Salomon, G., & Perkins, D. (1998). Individual and social aspects of learning. In P. Pearson & I.-Nejad (Eds.), Review of Research in Education, 23, 1-24. Washington, DC: American Educational Research Association.
Seffah, A., & Grogono, P. (2002). Learner-centered software engineering education: From resources to skills and pedagogical patterns. Proceedings of the 15th Conference on Software Engineering Education and Training (CSEET’02), 14-21.
Soendergaard, H., & Gruba, P. (2001). A constructivist approach to communication skills instruction in computer science. Computer Science Education, 11(3), 203-209.
Spivey, N. N. (1997). The constructivist metaphor: Reading, writing, and the making of meaning. Academic Press.
Steffe L. P. & Gale J. (Eds.) (1995). Constructivism in education. Lawrence Erlbaum Associates.
Stevens, P., & Pooley, R. (2000). Using UML: Software development with objects and components. London: Addison-Wesley.
Van Corp, M. J. & Grissom, S. (2001). An empirical evaluation of using constructive classroom activities to teach introductory programming. Computer Science Education, 11(3), 247-260
Von Glasersfeld, E. (1994). Radical constructivism in mathematics education, Kluwer Academic Publishers.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Cambridge. MA: Harvard University Press.
Whitehead, E. J. (2002). A proposed curriculum for a masters in web engineering. Journal of Web Engineering, 1(1), 18-22.
Wilson, B. G. (Ed.) (1998). Constructivist learning environments: Case studies in instructional design. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technologies Publications.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku : Canting Karya Fissilmi Hamida

Bismillah, Assalamu’alaikum… Insya Allah kali ini sedikit resensi tentang novel Canting ya … Judul : Canting Pengarang : Fissilmi Hamida Penerbit : KMO Indonesia Deskripsi Fisik : 358 hlm.; 21 cm Inilah novel yang saya habiskan dalam waktu 3 jam 40 menit. Hehehe. Canting, novel karya Silmi ini bergenre romance dengan latar belakang budaya Jawa. Itu dia yang menarik bagi saya, background jawa membuat saya larut dan terus penasaran dengan ceritanya. Novel ini menceritakan kisah perjalanan cinta Sekar dan Hadi. Mereka berasal dari strata yang berbeda. Hadi merupakan sosok lelaki yang berasal dari keluarga berada dan terpandang, sedangkan Sekar hanyalah seorang anak dari Simbok yang bekerja sebagai 'rewang' di rumah Hadi. Perjalanan cinta mereka tak semulus pandangan setiap orang. Selain status yang jauh berbeda cinta yang bermekar juga masih satu pihak, Hadi. Sedangkan Sekar ? ia masih meraba setiap keputusan yang diambil. Sebagai seorang remaja yang bar...

Review Buku : Bertumbuh

Judul : Bertumbuh Pengarang : Satria Maulana, Kurniawan Gunadi, Iqbal Hariadi, Mutia Prawitasari, Novie Ocktaviane Mufti Penerbit : Langitlangit Tahun Terbit : 2018 Deskripsi Fisik : xvi + 297 hlm.; 20cm Bertumbuh merupakan sebuah buku nasihat, cerita-cerita perjalanan bertumbuh dari setiap penulis. Banyak hal yang diceritakan dalam buku ini. Setiap tema yang ada diisi oleh setiap penulis. Buku ini ditulis dengan beberapa topik. Diambil dari ciri-ciri orang bertumbuh menurut para penulis. Ciri-ciri tersebut yakni : 1. Bangun pagi. Dia memiliki cita-cita untuk dicapau setiap hari. Pada bagian ini, para penulis menceritakan proses awal mereka bertumbuh. Memberikan gambaran-gambaran awal bertumbuh, mindset untuk berfikir kedepannya. 2. Fokus pada tujuan hidupnya. Bukan pada "apa" atau "yang mana" jalannya, melainkan bagaimana cara menjalaninya. Memberikan gambaran tentang hal-hal apa saja yang kemudian muncul saat perjalanan bertumbuh. 3. Tidak iri dengan...

Review Buku : Teman Imaji karya Mutia Prawitasari

Bismillah... Judul : Teman Imaji : tentang anak kota hujan Pengarang : Mutia Prawitasari Penerbit : CV IDS Distributor : Langitlangit.yk Tahun terbit : 2019 Deskripsi Fisik : ix + 431 hlm.; 20 cm ISBN : 9786027239500 "Segala sesuatu di dunia ini punya pola. Termasuk hujan.... Januari paling awet, paling tak kenal henti. Februari paling warna-warni. Maret paling banyak petirnya. April paling keras, paling besar bulir-bulirnya. Mei paling aneh, hujan tapi panas, tapi hujan. Juli paling tabah. Oh, itu kata Sapardi Djoko Damono, penyair. Paling jarang hujan. Juni paling berisik bunyinya. Agustus paling sederhana, kalau hujan ya hujan, kalau tidak ya tidak. September palinh romantis, datangnya sore-sore senja. Oktober paling semangat. November paling teduh, paling wangi baunya. Desember palinh lembut, paling kecil bulir-bulirnya. Plus paling banyak pelangi" hal. 122 Teman imaji adalah teman yang tidak nyata. Bagi Kirana yang sering dipanggil Kica bertemu dengan Bany...