KRITIK JURNAL
disusun guna memenuhi tugas
UTS mata kuliah Rekayasa Web
Dosen Pembimbing : Ahmad
Fauzi
Disusun oleh,
UMMI LATIFAH
1113025100073
Ilmu
Perpustakaan
Fakultas Adab
dan Humaniora
UIN Syarif
Hidayatullah
JAKARTA
2014
Desain Model Pedagogis
untuk Pendidikan Rekayasa Web :
Dalam Perspektif
Perubahan
Kritik Artikel
Said Hadjerrouit
Ummi
Latifah, Ahmad
Fauzi
Fakultas Adab dan Humaniora
Abstrak
Belajar Rekayasa Web adalah suatu hal
yang sulit bagi orang yang tidak begitu menyukai hal-hal tersebut. Bahkan mahasiswa yang berada di bidangnya pun tak
sedikit yang mengalami kesusahan dalam proses belajarnya. Banyaknya
pemodelan, ketrampilan, pengembangan dan pemrogaman yang harus dipelajari oleh
mahasiswa. Karena itu ada sebuah desain pedagogis yang mempermudah para
mahasiswa serta menjadikan pendidikan rekayasa web tersebut mencakup beberapa
aspek, penggabungan antara teknis, teknik, sosial, politik, pemasaran, hukum,
etika, budaya, estetika, dan juga isu-isu pedadogis. Dalam makalah ini, penulis
menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Makalah ini menyajikan kritik
terhadap artikel desain pedagogis dalam pendidikan rekayasa web.
Pendahuluan
Rekayasa web adalah aplikasi pendekatan sistematis, disiplin dan terukur
untuk pengembangan, operasi dan pemeliharaan aplikasi berbasis web. ( Deshpande, 2002). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI
– offline ) Rekayasa berarti penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam
pelaksanaan (perancangan, pembuatan konstruksi, serta pengoperasian kerangka,
peralatan, dan sistem yang ekonomis dan efisien). Secara global pendidikan
rekayasa web atau mempelajari rekayasa web adalah sebuah disiplin ilmu yang
sangat memerlukan metode pembelajaran yang tepat.
Dalam artikel itu para
penulis menjelaskan bahwa model pembelajaran ada dua yaitu konstruktivis dan
objektivis. Konstruktivis adalah pembelajaran dengan fokus siswa aktif.
Pendidik hanya menjadi fasilisator saja, memberikan penjelasan sedikit kemudian
siswa yang mendiskusikan dan lebih aktif. Sedangkan objektivis yaitu
pembelajran dengan siswa pasif. Model ini kebalikan dari model konstruktivis,
dimana pendidik yang mencekoki pelajaran apa yang harus diterima oleh
siswa. Semua penjelasan diberikan oleh pendidik sedangkan siswa hanya perlu
mendengarkan dan menyerap ilmunya.
Menurut para penulis
artikel tersebut model yang cocok untuk pndidikan rekayasa web menggunakan
metode konstruktivis. Jadi siswa lebih aktif. Dengan keaktifan siswa itu akan
menjadikan siswa mempunyai ketrampilan lebih, bebas berkreatifitas.
Merancang model pedagogical
konstruktivisme adalah sebuah teori belajar, bukan deskripsi teknik
instruksional. Sebuah model pedagogis membangun konseptual yang dapat digunakan
oleh pendidik sebagai kerangka kerja untuk instruksi menggunakan teori belajar
tertentu. (Nunes & McPherson, 2003). Dengan demikian titik awal untuk mengembangkan
model pedagogis adalah konstruktivis teori belajar dan riset terkait dengan
desain lingkungan belajar konstruktivis.
Dalam artikel tersebut
para penulis menjelaskan tentang model pedagogis secara detail dan memberikan
sebuah model pedagogis tersebut.
Model Pedagogis dalam Rekayasa Web
Artikel tersebut pada
awalnya menjelaskan tentang keadaan rekayasa web atau pengaplikasian rekayasa
web. Apa faktor yang berpengaruh bagi keberhasilan rekayasa web. Kemudian model
pendidikan yang tepat untuk mencapai keberhasilan tersebut.
Keberhasilan menurut para penulis
dalam rekayasa web adalah sebuah ketrampilan yang dimiliki oleh siswanya. Tingkat
ketrampilan yang dimiliki untuk menguasai proses pembangunan. Menurutnya ada
tiga kelompok ketrampilan yang harus dimiliki yaitu kelompok prasyarat
berkaitan dengan pemodelan, pengembangan pemrogaman dan penyebaran. Kemudian
kelompok khusus yaitu memahami bahwa rekayasa web sebagai bidang multidisiplin,
memahami filosofi rekayasa web, memahami konteks ruang dan waktu rekayasa web,
pemodelan analisis dan desain pemodelan serta yang lainnya. Yang terakhir yaitu
ketrampilan generik berkaitan dengan menulis, membaca, komunikasi, dialog,
kerja sama tim, dan perencanaan proyek.
Dalam pencapaian keberhasilan
tersebut, para penulis menjelaskan bahwa membutuhkan model pendidikan yang
efektif. Menurut para penulis artikel tersebut ada dua model pendidikan yaitu
konstruktif dan objektif. Model objektif sangat kontras dengan konstruktif.
Karena prosesnya sudah sangat jauh berbeda. Konstruktif yang membuat siswa
menjadi aktif sedangkan objektif menjadikan siswa berperan pasif. Dari sedikit
pemikiran itulah para penulis artikel tersebut menjelaskan bahwa model
pendidikan konstruktif lebih efektif dalam pencapaian keberhasilan pendidikan
rekayasa web.
Ikhtisar Model
Pedagogis Konstruktif Rekayasa Web
Dalam
artikel tersebut dijelaskan bahwa paradigma konstruktif belajar jelas
menyimpang dari model objektif yang menganggap pengetahuan dapat dimasukkan
langsung ke kepala siswa. Konstruktif dianggap belajar sebagai produk transmisi
pasif dari proses konstruksi aktif.
Konstruktif
berpusat pada siswa, dengan asumsi bahwa siswa belajar lebih baik jika mereka
membangun pengetahuan untuk diri mereka sendiri bukan diberitahu oleh instruktur
atau pendidik.
Para
penulis menjelaskan bahwa model konstruktif didasarkan pada beberapa tradisi
filosofis dengan tiga orientasi : konstruktif individu, sosial dan radikal.
Menurut para penulis, pendekatan ini tidak saling eksklusif tetapi mereka erat
berhubungan satu sama lain. Dimana individu juga akan bertemu dengan keadaan
sosial saat proses pengaplikasiannya di masyarakat.
Para
penulis kemudian membuat sebuah model pedagogis konstruktif. Ada delapan fase
yang digambarkan oleh para penulis, yaitu:
1. Setting
the context
Mengatur
konteks belajar, tahap ini merupakan proses mengumpulkan data dari lingkungan
nyata. Konteks ini dapat ditentukan melalui identifikasi unsur-unsur yang
secara langsung mempengaruhi pembelajaran : materi pelajaran dan ketrampilan
terkait, instruktur (pendidik), peserta didik. Kemudian dipengaruhi juga oleh
teori-teori pedagogis serta teknologi dan iklim organisasi dan kelembagaan.
2. Stating
the challenges
Menyatakan
tantangan. Dengan adanya tantangan pendidik dapat membantu memastikan bahwa
siswa mendapatkan ketrampilan teknik web, kemudian mereka menyelesaikannya
dengan cara mereka sendiri.
3. Assessing
pre-requisite knowledge
Menilai
prasyarat pengetahuan dan ketrampilan tingkat siswa untuk memenuhi tantangan
kursus rekayasa web.
4. Defining
authentic tasks
Negosiasi
tugas otentik. Tugas otentik ini dilakukan dengan proses berulang-ulang dengan
revisi hingga mencapai sempurna.
5. Construting
knowledge
Siswa
bekerja sama dalam kelompok untuk memperoleh ketrampilan rekayasa web selama
proses pembuatan.
6. Reflecting
and self evaluation
Penilaian
dilakukan secara formatif, mulai dari proses pembuatan hingga pembuatan
laporan.
7. Conducting
formative assessment
Pada
tahap ini para siswa diharapkan untuk secara resmi dapat mempresentasikan hasil
pekerjaannya di depan kelas.
8. Communication
the result
Komunikasi
yang terjadi merupakan sebuah penilaian. Bagaimana cara siswa menyampaikan
hasilnya, dinilai secara kualitatif.
Tujuan
dari manajemen proses pembelajaran tersebut adalah untuk memungkinkan
instruktur memantau proses pembelajaran
melalui penyediaan umpan balik, membalas e-mail, berkomunikasi, dll.
Para
penulis artikel tersebut juga menjelaskan bahwa belajar harus tertanam dalam
tugas-tugas otentik. Daripada menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah
abstrak, belajar harus fokus untuk serangkaian realistis, instriksi memotivasi
masalah yang terletak dibeberapa tugas dunia nyata yang berarti. Belajar juga
harus dinilai secara formatif. Penilaian formatif tertanam dalam proses
pembelajaran, berfokus pada tugas-tugas otentik dan masalah dengan tantangan.
Selain itu formatif penilaian harus fokus pada perkembangan kognitif individu
siswa dan metakognitif ketrampilan serta kolaborasi dan kerja kelompok.
Analisis
Ke-Efektifan
Desain pedagogis untuk pendidikan
rekayasa web dalam artikel tersebut merupakan model pengajaran dalam perspektif
perubahan. Perubahan dalam bentuk atau cara penyampaiannya kepada para siswa
yang menjadikan lebih efektif.
Menurut para penulis artikel
tersebut siswa itu butuh banyak berkreatifitas, perlu adanya kebebasan berfikir
untuk memahami secara luas apapun pelajarannya. Dalm model ini lebih ditekankan
pada model konstruktif, yaitu berpusat pada siswa.
Pada kenyataannya memang model ini
sangat efektif diterapkan pada para siswa. Karena mampu membuka cakrawala
pengetahuan siswa. Siswa menjadi tahu lebih banyak. Sedangkan tugas pendidik
hanya menjadi pembimbing ketika siswa mengalami kesulitan dalam memahami
ataupun apabila ada kesalahan dalam pemahamannya. Namun tak dipungkiri bahwa
masing-masing individu mempunyai kemampuan belajar yang berbeda-beda. Ada
sebagian siswa yang tidak mampu mengikuti karena dalam praktiknya model itu
menjadikan seorang pendidik tidak menjelaskan secara rinci tentang pelajaran
tertentu. Karena dalam metodenya, konstruktif itu menjadikan siswa aktif dan
mencari tahu segala sesuatu yang belum diketahui.
Desain pedagogis untuk rekayasa web
dalam artikel tersebut sangat kuat dalam penjelasannya. Dijelaskan secara
rinci, mulai dari alasan,tujuan, hingga metodologi penelitian untuk membuktikan
aplikasi dari desain pedagogis tersebut.
Yang saya lihat, para penulis
benar-benar melihat dari sisi tantangan yang akan terjadi pada siswa setelah
proses belajar selesai. Para penulis melihat bahwa proses belajar yang baik
akan membuahkan hasil yang baik pula. Penaklukan sebuah tantangan memang
terkadang harus dipaksakan. Dengan metode pendadogis tersebut, siswa dapat
dengan bebas mengekspresikan pengetahuannya. Lebih diarahkan untuk melihat pada
dunia nyata. Apalagi pada disiplin ilmu rekayasa web, jelas banyak sekali
tantangan yang akan dihadapi. Disiplin ilmu ini lebih banyak menggunakan
praktik, lebih mengena jika menggunakan metode pendadogis. Menganalisis
tantangan kemudian menyelesaikannya dengan cara masing-masing. Dalam metode ini
para penulis artikel tersebut menjelaskan bahwa pendidik bukanlah mencarikan
solusi dalam sebuah diskusi, tetapi mengamati dan ikut serta dalam diskusi
tersebut. jadi tetap saja, solusinya lebih banyak dikeluarkan oleh para siswa.
Dalam perspektif evolusi, desain
pedagogis ini sangat dipengaruhi oleh desain konstruktif melalui penggunaan dan
eksperimen. Model ini juga ditingkatkan melalui besar pemahaman tentang
prinsip-prinsip konstruktif melalui studi literatur, artikel jurnal, laporan
penelitian dan juga partisipasi dalam konferensi dan kongres internasional.
Desain pedagogis dalam artikel
tersebut dibuktikan dengan menggunakan metode kualitatif. Dimana para siswa
diberikan sebuah tantangan dan mengerjakannya sendiri atau berkelompok. Menurut
saya para penulis hendaknya juga menggunakan metode kuantitatif, sehingga tahu
lebih jelas ke-efektifan penggunaan model pendidikan tersebut. seperti telah dijelaskan
bahwa tidak semua siswa dapat dengan mudah menggunakan metode tersebut.
Sebuah model pembelajaran desain
pedagogis ini mementingkan faktor komunikasi yaitu kemampuan siswa dalam
mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam hal motivasi juga sangat dibutuhkan.
Karena dengan motivasi para siswa akan semakin semangat dalam proses belajar
yang dituntut dengan metode seperti studi literatur.
Yang saya lihat dari desain
pedagogis yang dijelaskan menggunakan bagan beserta penjelasannya kurang dapat dimengerti. Bagan
tersebut kurang dapat dikomunikasikan, masih terlalu abstrak. Sehingga ada
kemungkinan salah pemahaman yang terjadi pada pembaca.
Yang dapat saya tangkap dari bagan
yang terdapat dalam artikel tersebut yaitu sebuah proses atau metodologi
penelitian yang hendak digunakan oleh para penulis dalam mengambil sebuah data
kualitatif desain tersebut.
Dalam artikel tersebut dijelaskan
pula tentang penggunaan metode ini pada study rekayasa web. Pada awal
perkembangannya sangat sulit diaplikasikan. Hal itu disebabkan karena perbedaan
kurikulum yang terjadi. Namun sekarang model tersebut menjadi sangat efektif
untuk digunakan. Alangkah lebih baiknya jika digunakan juga untuk disiplin ilmu
lainnya tidak hanya untuk pendidikan rekayasa web.
Kesimpulan
Artikel tersebut menjelaskan cara
efektif dalam pembelajaran studi rekayasa web dengan menggunakan model
pembelajaran pedadogis yang juga sangat dipengaruhi oleh model konstruktif.
Dimana keduanya saling berkaitan untuk menjadikan siswa lebih berperan aktif.
Saat ini memang sangat dibutuhkan
model pembelajaran seperti model tersebut. agar para siswa tidak manja, lebih
kreatif, dan menumbuhkan minat baca yang kuat.
Pengembangan
model pembelajaran ini juga sangat
membantu para siswa untuk berlatih mengahadapi kenyataan. Karena tantangan
dalam kehidupan nyata tidak semuanya sesuai dengan teorinya. Metode pedagogis
ini menjadikan para siswa lebih mengeksplorasi kemampuannya dan membuat lebih
terbiasa dalam pengaplikasian ilmu yang dimiliki terutama dalam bidang disiplin
ilmu rekayasa web.
Referensi
Agostinho, S. & Herington, J. (2004) An Effectiveness Evaluation of
Online Learning Environment. Proceedings of ED-MEDIA 2004, Lugano,
Switzerland, June 21-26, 3476-3481.
Balasubramaniam, R., Pries-Heje, J., & Baskerville, R. (2003).
Internet software engineering: A different class of processes. Annals of
Software Engineering, 14, 169-195.
Barab, S., & Squire, K. (2004). Design-based research: Putting a
stake in the ground. The Journal of Learning Sciences, 13 (1), 1-14.
Ben-Ari, M. (1998). Constructivism in computer science. Proceedings
of the 29th SIGCSE Technical Symposium on Computer Science Education,
Atlanta, Georgia, February 25 – March 1, 257-261.
Ben-David Kolikant, Y. (2001). Gardeners and cinema tickets: High school
students’ preconceptions of concurrency. Computer Science Education, 11(3),
221-245.
Beverly, B. F & Bronwen, C. (2002). Formative assessment and
science education. London: Kluwer Academic.
Blake, M.B. (2003). A student-Enacted Simulation Approach to Software
Engineering Education. IEEE Transactions on Education, 46(1),
124-132.
Bleek, W-G., Jeenicke, M., & Klischewski, R. (2004). e-Prototyping:
Iterative analysis of web user requirements. Journal of Web Engineering, 3(2),
77-94.
Booth, S. (2001). Learning computer science and engineering in context. Computer
Science Education,11(3), 169-188.
Bradley, C. & Oliver, M. (2002). The evolution of pedagogic models
for work-based learning within a virtual university. Computers &
Education, 38(1-3), 37-52.
Conallen, J. (1999). Building web applications with UML. New
York: Addison-Wesley. Design-Based Research Collective (2003). Design-based
research: An emerging paradigm for educational inquiry. Educational
Researcher, 32(1), 5-8.
Deshpande,
Yogesh., San Murugesan, Athula Ginige, Steve Hansen, Daniel Schwabe, Martin
Gaedke, Bebo White. 2002. Web engineering. Australia : Rinton Press
Duffy, T. M., & Lowyck, J. & Jonassen, D. H. (1993). Designing
environments for constructive learning. Berlin: Springer-Verlag.
Escalona, M. J., & Koch, N. (2004). Requirements engineering for web
applications -- A comparative study. Journal of Web Engineering, 2(3), 193-212.
Fowler, L., Armarego, J., & Allen, M. (2001). CASE- Tools:
Constructivism and its application to learning and usability of software
engineering tools. Computer Science Education, 11(3), 261-272.
Frank, M., Lavy, I. & Elata, D. (2003). Implementing the
project-based learning approach in an academic engineering course. International
Journal of Technology and Design Education, 13, 273-288.
Ge, Y., & Sun, J. (2000). E-commerce and computer science education.
SIGSCE Bulletin, 32(1), 250-255.
Green, A.M. (1998). Project-based learning: Moving students toward
meaningful learning. In L. P. Steffe & J. Gale, (Eds.). Constructivism
in Education. New Jersey Lawrence Erlbaum Associates.
Gros, B. (2002). Knowledge construction and technology. Journal of
Educational Multimedia and Hypermedia,11(4), 323-343.
Hadjerrouit, S. (1999). A constructivist approach to object-oriented
design and programming. Proceedings of the 4th Annual Conference on ITiCSE,
Cracow (Poland), June 27 – July 1,1999, 171-174.
Hadjerrouit, S. (2001). Web-based application development: A software
engineering approach. SIGCSE Bulletin, 23(2), 31-34.
Hadjerrouit, S. (2003a). Web databases. From: http://fag.hia.no/kurs/inf2490
Hadjerrouit, S. (2003b). Web engineering. From: http://fag.hia.no/kurs/inf2470
Hadjerrouit, S. (2004). Web programming. From: http://fag.hia.no/kurs/inf100/www_docs
Hadjerrouit,
Said. 2005. Designing a Pedagogical Model for Web Engineering Education: An
Evolutionary Perspective. Journal of Information Technology Education
Hirumi, A. (2002). Student-centered, technology-rich learning
environments (SCenTRLE): Operationalizing constructivist approaches to teaching
and learning. Journal of Technology and Teacher Education, 10(4),
497-537.
Honebein, P. C., Duffy, T. M. & Fishman, B. (1993). Constructivism
and the design of learning environments: Context and authentic activities for
learning. In T. M. Duffy, J. Lowyck, & D. H. Jonassen (Eds), Designing
environments for constructive learning (pp. 88-108). NewYork:
Springer-Verlag.
Honebein, P.C. (1998). Seven goals for the design of constructivist
learning environments. In B. Wilson (Ed.), Constructivist learning
environments: Case-study in instructional design (pp 3-8). Englewood Cliffs,
NJ: Educational Technology Publications.
Lambert, D. & Lines, D. (2000). Understanding assessment: Purposes,
perceptions, practice. London:
Maciaszek, L. A. (2001). Requirements analysis and system design:
Developing information systems with UML. New York Addison-Wesley.
Matthews, M. R. (2002). Constructivism and science education: A further
appraisal. Journal of Science Educational Technology, Vol. 11, no. 2,
121-134.
Miller, R. A., & Luse, D. W. (2004). Advancing the curricula: The
identification of important communication skills needed by IS Staff during
systems development. Journal of Information Technology Education, 3, 117-131.
Murugesan, S., & Ginige, A. (2001): Web engineering: An
introduction. IEEE Multimedia, 8(1), 14-18.
Murugesan, S., Deshpande, Y., & Hansen, S. (1999a): Skill hierarchy
for web information system development.First Workshop on Web Engineering, at
the International Conference on Software Engineering (ICSE), 16 -17 May
1999, Los Angeles, USA.
Murugesan, S., Deshpande, Y., & Hansen, S. (1999b). Web engineering.
Beyond CS, IS, and SE – An evolutionary and non-engineering perspective. First
Workshop on Web Engineering, at the International Conference on Software
Engineering (ICSE), 16 -17 May 1999, Los Angeles, USA.
Nielsen, J. (2000). Designing web usability: The practice of
simplicity. New York New Riders.
Nunes, M. B., & McPherson, M. (2003). Constructivism vs.
objectivism: Where is difference for designers of e-learning environments? Proceedings
of the 3rd IEEE International Conference on Advanced Learning Technologies
(ICALT’03), 496-500.
Pahl, C. (2003). Managing evolution and change in web-based teaching and
learning environments. Computer & Educations, 40(2), 99-114.
Parker, J. R., & Becker, K. (2003). Measuring effectiveness of
constructivist and behaviorist assignments in CS102. SIGCSE Bulletin, 8th
Annual Conference on Innovation and Technology in Computer Science Education
(ITiCSE 2003) (pp. 40-44), June 30 – July 2, 2003, Thessaloniki, Greece.
Piaget, J. (1969). Judgment and reasoning in the child. London:
Routledge & Kegan Paul. Designing a Pedagogical Model for Web Engineering
Education 140
Piaget, J. (1971). Genetic epistemology. New York: W.W. Norton.
Pressman, R. S. (2001). “What a tangled web we weave”. IEEE Software,
18(1), 18-21.
Pullen, M. (2001). The network workbench and constructivism: Learning
protocols by programming. Computer Science Education, 11(3),
189-202.
Reichgelt, H., Lunt, B., Ashford, T., Phelps, A., Slazinski, E., &
Willis, C. (2004). A comparison of baccalaureate programs in information
technology with baccalaureate programs in computer science and information systems.
Journal of Information Technology Education, 3, 19-34. Available at http://jite.org/documents/Vol3/v3p019-034-098.pdf
Routledge-Falmer. Lowe, D. & Eklund, J. (2002). Client needs and the
design process in web projects. Journal of Web Engineering, 1(1), 23-26.
Salomon, G., & Perkins, D. (1998). Individual and social aspects of
learning. In P. Pearson & I.-Nejad (Eds.), Review of Research in
Education, 23, 1-24. Washington, DC: American Educational Research Association.
Seffah, A., & Grogono, P. (2002). Learner-centered software
engineering education: From resources to skills and pedagogical patterns. Proceedings
of the 15th Conference on Software Engineering Education and Training
(CSEET’02), 14-21.
Soendergaard, H., & Gruba, P. (2001). A constructivist approach to
communication skills instruction in computer science. Computer Science
Education, 11(3), 203-209.
Spivey, N. N. (1997). The constructivist metaphor: Reading, writing,
and the making of meaning. Academic Press.
Steffe L. P. & Gale J. (Eds.) (1995). Constructivism in
education. Lawrence Erlbaum Associates.
Stevens, P., & Pooley, R. (2000). Using UML: Software development
with objects and components. London: Addison-Wesley.
Van Corp, M. J. & Grissom, S. (2001). An empirical evaluation of
using constructive classroom activities to teach introductory programming. Computer
Science Education, 11(3), 247-260
Von Glasersfeld, E. (1994). Radical constructivism in mathematics
education, Kluwer Academic Publishers.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher
psychological processes. Cambridge. MA: Harvard University Press.
Whitehead, E. J. (2002). A proposed curriculum for a masters in web
engineering. Journal of Web Engineering, 1(1), 18-22.
Wilson, B. G. (Ed.) (1998). Constructivist learning environments:
Case studies in instructional design. Englewood Cliffs, NJ: Educational
Technologies Publications.
Komentar
Posting Komentar