Oleh :Ummi Latifah
(1113025100073) / 4B
Jurusan Ilmu Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut
UU no 43 tentang Perpustakaan, Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem
yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian,
informasi, dan rekreasi para pemustaka. Perpustakaan juga diartikan sebagai
sebuah ruangan dari sebuah gedung ataupun yang digunakan untuk menyimpan buku
dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk
digunakan pembaa (Sulistyo Basuki, 1991:3). Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa perpustakaan merupakan pengelola bahan-bahan pustaka baik dalam bentuk
karya cetak maupun karya rekam.
Dalam
proses pengelolaan bahan pustaka, pustakawan mempunyai tahap-tahapnya.
Diantaranya yaitu proses pendeskripsian bahan pustaka yang kemudian akan
dijadikan sebagai catalog. Katalog
merupakan istilah yang
berasal dari bahasa latin
“catalogus” yang mempunyai
arti daftar barang atau daftar benda yang disusun untuk tujuan tertentu.
Sedangkan katalog berdasarkan ilmu perpustakaan
berarti daftar berbagai
jenis koleksi perpustakaan, seperti
buku, serial, rekaman
suara, rekaman video, sumber elektronik, dll. yang disusun menurut
standar tertentu.
Sebagai
alat/sarana temu kembali informasi catalog mempunyai sistematika dalam
penyusunannya yaitu berdasarkan pengarang, judul ataupun subyek yang disusun
secara alfabetis sehingga memudahkan pemustaka dalam menemukan informasi.
Catalog juga memiliki beberapa macam bentuk yaitu catalog kartu dan ada juga
catalog digital. Dari macam bentuk maupun sistematika penyusunannya, dalam
pembuatan catalog diperlukan landasan atau aturan yang tepat. Landasan atau
aturan dalam pembuatan atau penyusunan catalog ini adalah AACR2 dan juga
sekarang ada RDA sebagai pedoman yang baru atau familiar dengan sebutan
revision terbaru dari AACR2. Kemunulan RDA ini juga dipengaruhi oleh semakin
majunya perkembangan teknologi. Penggunaan teknologi di dunia perpustakaan yang
semakin pesat menjadikan beberapa peraturan seperti peraturan pengkataloganpun
harus menyesuaikan.
AACR2 (Anglo-American Cataloging
Rules 2)
AACR
pertama kali dilunurkan pada tahun 1978, yang kemudian mengalami beberapa kali
revisi hingga edisi yang terakhir adalah AACR2. Struktur AACR2 dibagi menjadi 2
bagian terdiri dari 26 bab dan ditambah dengan apendik A s.d. E, Indeks. Bagian
pertama mengenai deskripsi
terdiri dari bab 1
sampai dengan 13. Sedangkan bagian kedua mengenai titik akses terdiri
dari bab 21 sampai dengan bab 26. Berikut rincian struktur AACR2 :
Bagain
1 Deskripsi
1. Peraturan umum untuk deskripsi
2. Buku, Pamflet, dan lembar tercetak
3. Bahan Kartografi
4. Manuskrip
5. Musik
6. Rekaman suara
7. Gambar hidup/Film dan Rekaman video
8. Bahan Grafis
9. Sumber elektronik (E-Resources)
10. Artefak dan Realia Tiga dimensi
11. Bentuk mikro
12. Sumber daya berlanjut (serial)
13. Analisis
Bagian 2 Tajuk, judul seragam, dan
referensi
21. Pilihan titik akses
22. Tajuk untuk orang
23. Nama Geografis
24. Tajuk Badan Korporasi
25. Judul seragam
26. Referensi
Apendik dan Indeks
Apendik A untuk Kapitalisasi (huruf
besar)
Apendik B untuk Singkatan
Apendik C untuk Nomor
Apendik D untuk Glosarium
Apendik E untuk Artikel inisial
Indeks
Bagian
pertama, Bab 1
“Peraturan umum deskripsi” dapat
diterapkan untuk semua
jenis bahan perpustakaan yang terdapat pada bab 2 sampai dengan bab
12. Peraturan pada
bagian pertama ini didasarkan atas kerangka umum untuk
deskripsi bahan perpustakaan: International
Standard Bibliographic Description(General) = ISBD (G). Sedangkan untuk
peraturan yang lebih rinci diatur pada masing-masing jenis bahan perpustakaan.
Berikut rincian pada Bab 1 “Peraturan umum deskripsi”
1.
Peraturan umum
2.
Daerah judul dan pernyataan tanggung jawab
3.
Daerah edisi
4.
Daerah rincian spesifik bahan (data khusus)
5.
Daerah publikasi, distribusi, dsb.
6.
Daerah deskripsi fisik
7.
Daerah judul seri
8.
Daerah catatan
9.
Daerah penomoran standar
standar (ISBN dan ISSN)
10. Bahan suplemen
11. Butiran terdiri dari beberapa jenis
bahan
12. Faksimile, fotokopi, dan reproduksi
lain
Karena
peraturan berdasarkan kerangka
umum tersebut, maka penomoran peraturan pun mengandung unsur mnemorik.
Artinya, mudah diingat. Penomoran peraturan sebagai berikut: No. Bab + No.
Daerah + Kode Unsur + No
Perincian.
Misalnya bila ada penomoran sebagai
berikut: 3.1 maka peraturan
ini untuk daerah
judul dan pernyataan tanggung
jawab pada bahan
bahan kartografi. Angka 3
menunjukkan bab 3
(bahan kartografi) dan angka
1 menunjukkan (judul
dan pernyataan tanggung jawab).
Penomoran ini sangat mudah diingat. Penggunaan GMD (General
Material Designation)
merupakan pernyataan tentang
bahan umum yang ditulis
setelah judul sebenar
dengan penggunaan tanda kurung
siku setelah judul sebenarnya [ ]. Pilih satu
dari daftar GMD (General Material Designation) yang
diberikan di bawah ini dan gunakan istilah
dari daftar yang
dipilih dalam semua deskripsi
untuk pernyataan bahan umum yang diinginkan. Dalam peraturan AACR2 daftar GMD
ada dua, daftar pertama yang digunakan di Inggris dan daftar yang kedua digunakan
di Amerika Serikat.
Indonesia menggunakan daftar yang kedua, karena lebih banyak variasi dalam
menentukan GMD. Di bawah ini daftar GMD yang diberikan oleh AACR2:
Daftar I : Braille, bahan kartografi, sumber
elektronik, Grafik, manuskrip, bentuk mikro, gambar hidup, multi media, music objek,
rekaman suara teks, rekaman video
Daftar II : kartu aktivitas, karya seni
asli, karya seni reproduksi, Braille, bahan kartografi, carta diorama, sumber
elektronik, filmstrip, kartu kilat, dolanan, kit, manuskrip, bentuk mikro,
slaid mikroskop, model, gambar hidup, music, gambar, realia slaid, rekaman
suara, gambar tekni, teks, mainan, transparansi, rekaman video.
Fungsi GMD adalah:
-
Memberitahu sedini mungkin
pada pemustaka mengenai format
atau bentuk fisik
dokumen tersebut.
-
Mengisyaratkan pada pemustaka
bahwa diperlukan alat khusus
-
Menjadikan sarana untuk membedakan dokumen dengan judul yang sama tetapi
bentuknya berbeda.
RDA ( Resource Description and
Access )
RDA
ini muncul karena AACR memiliki beberapa kekurangan. Dalam penyususnan atau
peninjauan kembali (revisi) AACR2 menjadi AACR3 mempunyai kendala dalam
strukturnya karena dalam revisiannya AACR2 ini akan merevisi menyeluruh Part I,
kemudian penyesuaian dengan FRBR dan penambahan bagian ke-3 yaitu authority control. Sehingga diputuskan
untuk menyusun standar baru yaitu RDA. RDA ini masih tetap berlandasan pada
AACR2 tetapi struktur dan penekanannya baru, kemudian juga didesain untuk dunia
digital dan fleksibel digunakan untuk masa depan. RDA adalah hasil dari
kerjasama internasional yaitu
The American Library Association
The Australian Committee on Cataloguing
The British Library
The Canadian Committee on Cataloguing
CILIP: Chartered Institute of Library and
Information Professionals
The Library of Congress
Susunan
RDA terdiri dari tiga bagian utama, 10 seksi,
37 bab ditambah
beberapa lampiran (untuk penggunaan huruf
kapital, singkatan, kata
sandang, penyajian data deskriptif dan data pengendalian titik
temu), daftar istilah,
dan index. Ketebalan
buku RDA berjumlah 2768 halaman. Ketiga bagian utama adalah sebagai
berikut:
Bagian I
– Resource Description
(termasuk sasaran fungsional dan
prinsipprinsip deskripsi sumber informasi) terdiri dari seksi 1 s.d. 4,
Bagian II
– Relationships atau hubungan (petunjuk umum tentang
hubunganhubungan, termasuk individu, keluarga, badan
korporasi, yang punya
relationshipdengan sumber; sitasi untuk karya berhubungan, dan petunjuk khusus
untuk beberapa jenis karya
tertentu) terdiri dari seksi 5 s.d 10
Bagian III – Access Point Control (merumuskan titik akses
atau titik temu
dan mencatat data yang
digunakan dalam pengendalian titik
temu) merupakan RDA Appendices.
Ketiga bagian utama ini dijabarkan lagi
menjadi beberpa subagian (section)
yang berisi aturan lebh rinci
lagi. Susunan RDA
juga dilengkapi apendik, glosarium dan indeks. Berikut
pembagian berdasarkan subbagian (section)
Introduction
Section 1 :
Recording attributes of manifestation and item (Chapter 1-4)
Section
2 : Recording
attributes of work
and xpression (Chapter 5-7)
Section 3 :
Recording attributes of person, family, and corporation body (Chapter
8-11)
Section 4 :
Recording attribute of concept, object, event, and place (Chapter 12-16)
Section 5 :
Recording primary relationships between work,
expression, manifestation, and item (Chapter 17)
Section
6 : Recording
relationships to persons, families, and
corporate bodies
associated with resource (Chapter 18-22)
Section 7 :
Recording the subject
of a work (Chapter 23)
Section 8 :
Recording relationships between work,
expression, manifestation, and item (Chapter 24-28)
Section
9 : Recording
relationships to persons, families, and
corporate bodies (Chapter 29-32)
Section
10 : Recording
relationships to concepts, object, event, and places (Chapter
33-37)
APPENDICES
GLOSARY
INDEX
RDA
disusun berdasarkan prinsip dan standar internasional yang dikembangkan oleh
IFLA, yakni, the International Cataloguing Principles (ICP), ICP merupakan
pembaruan dari “Paris Principles” yang merupakan landasan AACR2. Selain itu RDA
juga mengadopsi model konseptual Functional Requirements for Bibliographic
Records (FRBR) dan Functional Requirements for Authority Data (FRAD). Serta
International for Bibliographic Description (ISBD).
Perbedaan AACR2 dengan RDA
Apa yang beda?
Cetak vs. Online interactive tool (juga ada versi
cetak)
Format based vs Format neutral
Struktur dan terminologi beda
Levels of description vs. Core elements
GMD vs. Content, Carrier and Media type
Main entry vs. authorised access points
Perbedaan transkripsi dan perekaman data
AACR2 vs RDA
AACR2
|
RDA
|
•Description
–ISBD elements
–classes of material
–mode of issuance
–type of description
|
•Description
–attributes of FRBR entities
–types of content and carrier
–mode of issuance
–type of description
|
•Access
–choice of access points
–form of headings
–References
|
•Access
–FRBR relationships
–attributes of FRAD entities
–FRAD relationships
–subject relationships*
|
Ada juga perbedaan lainnya seperti :
No.
|
RDA
|
AACR2
|
1
|
[place of publication not identified]
[publisher not identified]
|
[s.l.]
[s.n.]
|
2
|
Mendefinisikan level deskripsi sebagai core element dan other element
|
Membagi level deskripsi menjadi satu, dua, dan tiga
|
3
|
Second edition
|
2nd ed.
|
4
|
… / by Nancy Drew, Bess Marvin, George Fayne, and Ned Nickerson,
Optional omission:
… / by Nancy Drew [and three others].
Istilah [et al.] tidak lagi digunakan
|
… / by Nancy Drew … [et al]
|
5
|
GMDs
|
|
6
|
Hanya “title proper” yang menjadi core element, yang lainnya bersifat
opsional
|
Pada deskripsi level 2 (1.0D2) elemen-elemen yang diperlukan adalah
“title proper”, parallel title, dan “other title information”
|
7
|
Mencantumkan punktuasi apa adanya
|
Mengubah punktuasi “…” menjadi “-“ dan [ ] menjadi ( )
|
8
|
[pages]
[illustration]
[volumes]
|
[p.]
[ill.]
[v.]
|
Itulah
diantaranya perbedaan antara AACR2 dengan RDA yang dapat dijabarkan.
Kesimpulan
Penggunaan
RDA di era digital saat ini sangatlah bermanfaat dan lebih mendukung daripada
menggunakan landasan atau aturan AACR2. Terdapat perbedaan yang tidak begitu
sulit ketika perubahan dari AACR2 menjadi RDA, hanya sangat diperlukan
ketelitian ketekunan dan disiplin dalam penggunaannya.
Referensi
Fahrul Rozi, Ardoni. “Analisis Perbedaan AACR2 dan
RDA” diakses dari http://duniaperpustakaaan.com/analisis-perbedaan-aacr2-dan-rda/ pada
tanggal 27 Maret 2015 pukul 12.35 WIB
Irma U. Aditirto. “Dari AACR2 ke RDA”. Jakarta,
2011 (pengantar singkat, ppt)
Suharyanto. “Perubahan AACR2 ke RDA : Perbandingan
dengan format MARC21”. Visi Pustaka Vol
15 No 3, 2013
Undang-undang No 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan
Wishnu Hardi. “Mengenal Resource Description &
Access (RDA) dan Aplikasinya dalam Dunia Perpustakaan”. Visi Pustaka Vol 13 No
1, 2011
Komentar
Posting Komentar