Cinta dalam diam. Pura-pura tidak tahu, atau tidak ingin mengetahuinya karena dengannya tanpa merusak suasana adalah hal yang berharga.
Aku selalu tak punya kata. Untuk sekedar mengungkapkan rasa. Pengecut memang. Tapi sungguh rangkaian kata yang indah itu, hilang saat aku ingin menuliskan tentangmu. Hilang bersama rasa yang dengan sengaja aku matikan.
Aku tahu, dulu kau punya rasa padaku. Tapi aku selalu menampiknya. Berpura-pura tidak tahu. Aku memang tidak suka! Tapi aku tak ingin kehilanganmu. Aku sayang tapi tak ingin lebih dari teman.
Saat kau mencintaiku dengan penuh rasa. Aku justru menyayanginya dengan menggila. Tapi kau dengan sabarnya untuk selalu ada.
Untuk menyayangimu aku penuh logika. Tak ingin kamu yang seperti itu, seperti ini, harusnya begitu, begini. Ah rumit aku membuatnya. Agar apa ? Agar aku tak mencintaimu begitu dalam.
Aku terluka, ketika kamu bersamanya. Tapi yaa bagaimana. Aku harus menyadarinya, bahwa seseorang akan memilih pergi saat ia merasa tak lagi sanggup bertahan.
Dan uniknya, kita justru membuat kesepakatan.
"Kalau memang kita tak bisa bersama, maka semoga anak-anak kita kelak bisa bersama ya"
Bodohnya aku mengamini itu semua.
Aku terluka dan menganggapmu adalah orang terjahat yang pernah ada. Aku lupa, bahwa kemarin akupun meninggalkan luka. Perlahan aku berdamai dan kemudian kita bersama seperti biasa. Seorang teman.
Kini aku sadar mengapa kita tak pernah bertukar cerita tentang dia. Aku yang masih saja meyakini bahwa kamu akan terluka oleh ceritaku.
Dan kemudian, melepasmu untuk kesekian kalinya bukanlah hal yang mudah. Dulu aku tak menyadari bahwa kamu menempati ruang tersendiri sehingga baik-baik saja aku melepasmu sendirian. Tapi menghadapi kenyataan bahwa rasa ini terlalu dalam menjadikanku harus menerima atas segala ketetapan.
Dan aku harus menepis pertanyaan,
Apakah kita telah usai ?
Jraganan - Bodeh
Senin, 10 Juni 2019
Komentar
Posting Komentar